BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, menyelesaikan masalah pengangguran tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Kita pasti ingat peristiwa Depresi Besar
(Great Depression) yang terjadi pada tahun 1929 hingga tahun 1933 yang
menimbulkan masalah-masalah besar, termasuk pengangguran akibat PHK
besar-besaran. Peristiwa tersebut mau-tidak mau dampaknya pasti
dirasakan juga oleh Negara kita yaitu Negara Indonesia.
Sifat perekonomian Indonesia adalah perekonomian terbuka, sehingga
perkembangan ekonomi dunia akan sangat berpengaruh terhadap kinerja
perekonomian Indonesia. Oleh karena itu perubahan lingkungan global
merupakan tantangan eksternal yang semakin nyata yang harus dihadapi
Indonesia.
Seperti negara-negara lainnya, Indonesia juga menghadapi ujian yang
cukup berat akibat krisis ekonomi global. Namun karena melambatnya
pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sering kali diikuti oleh meningkatnya
angka pengangguran dan jumlah orang miskin
Masalah pengangguran mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi jangka
pendek dan dimensi jangka panjang. Masalah pengangguran jangka pendek
timbul karena tingkat dan komposisi permintaan agrerat masyarakat tidak
sesuai dengan tingkat dan komposisi tenaga manusia dan sumber-sumber
ekonomi lain yang tersedia. Masalah pengangguran jangka panjang tidak
lain adalah masalah kependudukan dan pembangunan ekonomi pada umumnya.
Pertumbuhan ekonomi yang merata dan pengendalian laju pertumbuhan
penduduk adalah obat jangka panjang bagi masalah pengangguran. Tetapi
yang sangat fundamental mengenai penanggulangan masalah ini adalah
perlunya reorientasi pemikiran kita mengenai konsep pengangguran itu
sendiri.
B. Rumusan Masalah
- Apa Definisi dari Pengangguran?
- Apa Sebab-sebab dari Pengangguran?
- Apa Saja Bentuk-bentuk dari Pengangguran?
- Bagaimana Dampak dari Pengangguran?
- Apa Saja Upaya-upaya dalam Mengatasi Pengangguran?
BAB II
KAJIAN
1. Definisi Pengangguran
Definisi ekonomi tentang pengangguran tidak identik dengan tidak
(mau) bekerja. Seseorang baru dikatakan menganggur apabila dia ingin
bekerja dan telah berusaha mencari kerja, namun tidak mendapatkannya.
Menurut teori ekonomi liberal klasik, mereka yang tidak memperoleh
pekerjaan karena terfokus pada definisi “bekerja” yang berarti menjadi
karyawan di suatu perusahaan atau menjadi pegawai negeri, dianggap
sebagai “pengangguran sukerela” (voluntary unemployment).
Dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang mencari kerja dapat
dikatakan sebagai angkatan kerja dalam kelompok penduduk. Berdasarkan
kategori usia, usia angkatan kerja adalah 15-64 tahun, namun ada yang
mengatakan juga antara 15-59 tahun. Mereka dihitung sebagai angkatan
kerja apabila dalam rentang waktu tersebut sedang bekerja atau sedang
mencari pekerjaan, sedangkan yang tidak bekerja dan tidak mencoba untuk
mencari pekerjaan, tidak termasuk dalam angkatan kerja. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja atau angkatan kerja pada
suatu waktu tertentu adalah banyaknya jumlah penduduk yang berada dalam
lingkungan umur diatas yang bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Perbandingan di antara jumlah angkatan kerja yang menganggur dan
angkatan kerja keseluruhannya dinamakan tingkat pengangguran.
Angka/tingkat pengangguran pada tahun 1971, 1980, dan 1990 masing-masing
adalah 8,7%, 1,5% dan 2,4% dari angkatan kerja. Cara menghitungnya
adalah dengan membagi jumlah penduduk yang menganggur dengan jumlah
penduduk angkatan kerja lalu dikalikan dengan 100%. Angka tersebut
didapatkan berdasarkan Badan Pusat Statistik pada saat melakukan sensus
penduduk.
Walaupun keadaan dimana tingkat kegiatan ekonomi yang tercapai adalah
lebih rendah dari tingkat kegiatan ekonomi yang paling maksimal yang
mungkin dicapai adalah masalah yang paling sering dihadapi oleh setiap
perekonomian, bukanlah berarti bahwa keadaan itu adalah keadaan yang
akan tetap terjadi dalam perekonomian. Ada kalanya kegiatan ekonomi
mencapai tingkat yang sangat tinggi sekali sehingga tenaga kerja yang
tersedia dalam perekonomian dapat digunakan seluruhnya. Apabila keadaan
seperti itu tercapai maka dikatakanlah bahwa perekonomian telah mencapai
tingkat penggunaan tenaga penuh.
Di dalam perekonomian yang telah mencapai tingkat penggunaan tenaga
penuh pendapatan nasional tidak dapat ditambah lagi, walaupun masih
terdapat pengangguran dalam faktor-faktor produksi lainnya. Penggunaan
sepenuhnya tenaga kerja tidak selalu akan bersamaan dengan penggunaan
sepenuhnya barang-barang modal. Pada umumnya pada tingkat penggunaan
tenaga penuh masih akan terdapat barang-barang modal yang masih
menganggur. Akan tetapi barang-barang modal yang menganggur ini tidak
akan dapat digunakan untuk menaikkan tingkat produksi karena tidak
terdapat tenaga kerja yang akan menggunakan barang-barang modal yang
menganggur tersebut. Maka pada tingkat penggunaan tenaga penuh tingkat
kegiatan ekonomi dan besarnya pendapatan nasional mencapai tingkat yang
maksimal. Perekonomian itu sudah tidak mempunyai kesanggupan lagi untuk
menambah produksi barang-barang dan jasa-jasa.
Ada dua dasar utama dalam mendefisinikankan pengangguran, yaitu
pendekatan angkatan kerja dan pendekatan pemanfaatan tenaga kerja.
- Pendekatan Angkatan Kerja (Labour Force Approach), yaitu Penganggur adalah angkatan kerja yang tidak bekerja.
- Pendekatan Pemanfaatan Tenaga Kerja (Labour Utilization Approach), yaitu Angkatan kerja dibedakan menjadi tiga kelompok:
- Menganggur, yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
- Setengah Menganggur, yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Artinya jam kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam.
- Bekerja Penuh, yaitu mereka yang bekerja penuh atau jam kerjanya dalam seminggu mencapai 35 jam.
2. Sebab-sebab Pengangguran
Masalah pengangguran, yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional
dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensinya yang
maksimal, adalah masalah pokok makroekonomi yang paling utama.
Masalah pengangguran adalah masalah yang sering dihadapi oleh perekonomian yang diatur oleh mekanisme pasar.
Berikut adalah sebab-sebab timbulnya pengangguran,
- Permintaan efektif yang wujud dalam masyarakat (pengeluaran agrerat) adalah lebih rendah dari kemampuan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian untuk memproduksikan barang-barang dan jasa-jasa. Atau mudahnya adalah besarnya angkatan kerja tidak seimbang dengan kesempatan kerja.
- Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata dan kurangnya pengendalian laju pertumbuhan penduduk.
- Masyarakat pada umumnya kurang memiliki minat untuk berwirausaha.
- Kurangnya penyediaan lapangan kerja yang cukup oleh sektor swasta dan pemerintah.
- Ketidakmampuannya para pelamar pekerjaan dalam memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang tersedia.
- Banyak dari para tenaga kerja yang tidak tahu adanya lowongan pekerjaan. Sehingga dibutuhkan suatu media atau perantara dalam menginformasikan lowongan pekerjaan tersebut dan juga dibutuhkan kepekaan dari para tenaga kerja.
- Belum siap nya pemerintah untuk mengubah pola anggaran maupun pemikiran agar semaksimal mungkin diarahkan pada proyek-proyek Negara yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.
- Komposisi permintaan yang timpang ke arah barang-barang yang padat-modal, adalah pencerminan dari pola distribusi pendapatan atau kekayaan perusahaan yang timpang.
- Prinsip pemerataan atau egalitarianism tidak dilaksanakan sesuai dengan sistem ekonomi Indonesia yaitu Pancasila. Yang dicontohkan pada pengusaha atau pemilik perusahaan yang mendasarkan pada profit motives semata, sehingga apabila terjadi penurunan penjualan perusahaan, akan langsung diterjemahkan menjadi penurunan produksi dan pemecatan buruh, karena pengusaha akan berusaha mencapai posisi keuntungan maksimumnya yang baru (diatas kurva Value of Marginal Product-nya yang baru).
- Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang. Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Bentuk-bentuk Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah di dalam suatu Negara yang tidak
mungkin dapat dielakkan. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai
bentuk-bentuk pengangguran yang umumnya terdapat pada suatu Negara,
terutama Negara Indonesia.
Pengangguran Friksional atau Pengangguran Normal atau Pengangguran Mencari
Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang menganggur atas
kemauannya sendiri. Mereka berhenti dari tempat pekerjaan yang lama dan
mencari pekerjaan yang lain. Maksud yang terutama dati tenaga kerja
tersebut meninggalkan kerja mereka yang lama adalah untuk mendapatkan
kerja yang lebih sesuai, memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dan
meperoleh jaminan sosial atau fasilitas lainnya yang lebih baik.
Pengangguran ini bersifat sementara dan terjadi karena adanya
kesenjangan antara pencari kerja dengan lowongan kerja. Kesenjangan ini
dapat berupa kesenjangan waktu, informasi, ataupun karena kondisi
geografis atau jarak antara pencari kerja dan kesempatan (lowongan)
kerja.
Pengangguran jenis ini tidak melebihi 4%.
Mereka yang masuk dalam kategori ini umumnya rela menganggur.
Pengangguran friksional bukanlah wujud sebagai akibat dari
ketidakmampuan memperoleh pekerjaan, melainkan sebagai akibat dari
keinginan untuk mencari pekerjaan yang lebih sesuai.
Pengangguran Struktural
Pengangguran Struktural adalah pengangguran yang menganggur akibat
tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan
pekerjaan yang tersedia.
Pengangguran ini bersifat mendasar, karena hal ini umum terjadi dalam perekonomian yang berkembang pesat.
Biasanya yang masih menganggur adalah tenaga kerja yang tidak
memiliki pendidikan, kemahiran, pengalaman, dan kesanggupan yang cukup
tinggi. Maka kemampuan mereka untuk memperoleh pekerjaan lebih terbatas.
Persyaratan yang kurang mumpuni dari para pencari kerja pun kian
tidak ter-toleransi dengan makin besarnya peranan mekanisme pasar yang
semakin mengglobal. Sepuluh atau duapuluh tahun yang lalu, seseorang
yang tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan masih dapat ditoleransi,
selama kekurangannya hanya sedikit. Sebab penawaran tenaga kerja yang
berkualitas baik relatif sedikit dibandingkan kebutuhan. Tetapi sekarang
yang terjadi adalah kelebihan tenaga kerja berkualitas. Jika tetap
terjadi kekurangan, dapat diatasi dengan mendatangkan tenaga kerja
asing.
Pengangguran struktural lebih sulit diatasi dibanding dengan
pengangguran friksional, karena membutuhkan pendanaan yang besar dan
waktu yang lama. Terlebih untuk Indonesia jika tidak ada perbaikan
kualitas SDM, pengangguran bentuk ini merupakan masalah besar di masa
mendatang.
Pengangguran Siklis atau Pengangguran Konjungtur
Pengangguran Siklis adalah pengangguran akibat perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian.
Penganggur ini terdiri dari tenaga-tenaga kerja yang diberhentikan
dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang mengalami kemunduran sebagai akibat
dari permintaan yang semakin menurun atas barang-barang yang
diproduksikan oleh mereka. Beberapa faktornya adalah kemajuan teknologi
di kegiatan-kegiatan ekonomi lain, perubahan dalam cita rasa masyarakat
dan masuknya pesaing baru yang lebih efisien di pasar.
Tenaga kerja akan terus bertambah sebagai akibat pertambahan
penduduk. Apabila kemunduran ekonomi terus berlangsung sehingga tidak
dapat menyerap tambahan tenaga kerja, maka pengangguran siklis akan
menjadi bertambah serius.
Pengangguran siklis hanya dapat dikurangi atau diatasi masalahnya
apabila pertumbuhan ekonomi yang terjadi setelah kemunduran ekonomi
cukup besar, dapat menyediakan kesempatan kerja baru yang lebih besar
dari pertambahan tenaga kerja yang terjadi.
Pengangguran Musiman
Pengangguran Musiman adalah pengangguran yang terjadi pada masa-masa
tertentu di dalam suatu tahun. Bentuk pengangguran ini sering sekali
wujud di sektor pertanian di Negara-negara berkembang. Biasanya
pengangguran seperti itu berlaku pada masa-masa dimana kegiatan bercocok
tanam sedang menurun kesibukannya, yaitu masa-masa di luar musim tanam
dan panen, seperti waktu di antara menuai dan masa bertanam berikutnya,
dan waktu sesudah menanam bibit dan masa mengutip hasilnya.
Pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek.
Pengangguran Teknologi
Pengangguran Teknologi adalah pengangguran yang ditimbulkan oleh
berlakunya penggantian tenaga manusia dengan mesin-mesin atau
bahan-bahan kimia yang lebih modern.
Racun lalang dan rumput misalnya, telah mengurangi penggunaan tenaga
kerja untuk membersihkan sawah, lading, dan perusahaan perkebunan.
Begitu juga dengan mesin-mesin modern, mesin telah mengurangi keperluan
tenaga kerja untuk mengorek tanah, memotong rumput, membersihkan hutan
untuk ditanami, dan sebagainya.
Pengangguran Tersembunyi atau Pengangguran Tak Kentara
Pengangguran Tersembunyi adalah pengangguran yang diakibatkan oleh
jumlah tenaga kerja yang sudah sangat berlebihan di dalam suatu kegiatan
ekonomi. Sehingga walaupun sebahagian tenaga kerjanya dipindahkan ke
sektor lain, produksi di dalam kegiatan ekonomi tersebut tidak
berkurang.
Jumlah penduduk yang sudah terlalu besar dan diikuti pula oleh
perkembangan penduduk yang sangat cepat di beberapa Negara berkembang,
menyebabkan rasio perbandingan antara tanah dengan tenaga kerja sangat
kecil sekali.
Kesulitan untuk mencari kerja di sektor lain menyebabkan tenaga kerja
yang bertambah dari tahun ke tahun tetap tinggal di sektor pertanian
yang sudah sangat padat penduduknya.
Tenaga kerja yang bertambah tersebut tidak dapat menimbulkan
pertambahan yang berarti kepada tingkat produksi di sektor pertanian.
Dengan demikian, sebahagian dari tenaga kerja yang berada dalam sektor
pertanian adalah tidak produktif, dan dapat dipindahkan ke sektor lain
tanpa mengurangi produksi di sektor pertanian.
2. Dampak-dampak yang diakibatkan oleh pengangguran
Sedapat mungkin setiap perekonomian harus berusaha untuk menghindari
atau mengurangi masalah pengangguran yang dihadapinya. Usaha seperti itu
harus dilakukan karena masalah itu menimbulkan beberapa akibat buruk
kepada masyarakat.
Berikut akan dijelaskan mengenai dampak-dampak yang diakibatkan oleh pengangguran.
- Stabilitas perekonomian dan sosial politik akan terganggu.
- Melemahnya daya beli masyarakat yang apabila terus-menerus akan menyebabkan melemahnya permintaan agrerat.
- Penurunan tingkat atau skala produksi yang akan menaikkan biaya produksi per unit, sehingga akan melemahkan penawaran agrerat.
- Tingkat pendapatan nasional yang sebenarnya lebih rendah daripada tingkat pendapatan nasional potensial.
- Berkurangnya kegiatan ekonomi pemerintah karena pajak yang harus dibayar oleh masyarakat menurun akibat turunnya pendapatan masyarakat, sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
- Tingkat kemakmuran yang dapat dinikmati masyarakat lebih rendah daripada tingkat kemakmuran yang mungkin dicapainya.
- Kepada seseorang, pengangguran dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan diri dan menimbulkan perselisihan dalam keluarga.
- Penganggur akan kehilangan kemahirannya maupun etika kerjanya apabila menganggur terlalu lama, dan ini akan lebih menyulitkan lagi kepada mereka untuk memperoleh pekerjaan.
- Meningkatnya tindak kriminalitas yang akan meresahkan masyarakat dan dapat mengganggu iklim usaha secara makro. Biaya bisnis menjadi semakin tinggi karena investor harus mengeluarkan biaya keamanan dan juga biaya asuransi yang tinggi.
- Mengurangi kesehatan masyarakat karena tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli makanan yang bergizi dan membeli obat apabila sakit.
- Menimbulkan kekacauan sosial dan politik, seperti demonstrasi dan perebutan kekuasaan.
- Penganggguran menyebabkan jumlah penduduk miskin semakin bertambah yang berarti beban pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan kian terasa berat.
- Dan akhirnya pengangguran dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi makro yang berbuntut pada resesi perekonomian.
3. Upaya-upaya dalam Mengatasi Pengangguran
Penyebab utama masalah pengangguran adalah pengambil kebijakan sejak
pemerintahan Orde Baru hingga sekarang ini yang terlalu percaya pada
trickle-down effect, yang beranggapan bahwa dengan mendorong pertumbuhan
ekonomi, masalah ini akan otomatis teratasi. Namun mereka tidak
menyadari struktur perekonomian yang dominan sektor informal,
hambatan-hambatan birokrasi dan kekakuan pasar.
Dengan demikian, pemerintah perlu memprioritaskan penanggulangan pengangguran, yaitu antara lain dengan :
- Mengembangkan usaha mandiri dan usaha kecil, termasuk usaha-usaha keluarga dan kerajinan rakyat. Usaha-usaha menengah dan besar sudah dapat dipersilakan memanfaatkan kemudahan indikator makro yang sudah relatif baik.
- Untuk mendorong pengembangan usaha mandiri, usaha kecil dan usaha keluarga, perlu menyalurkan dana melalui bank seperti BPR dengan tingkat bunga di bawah 15% per tahun.
- Untuk membantu usaha keluarga miskin, perlu menyediakan dana pinjaman dengan tingkat bunga cukup menutupi biaya administrasi bank yang dapat diperoleh tanpa agunan.
- Bantuan kepada keluarga miskin seperti beras (raskin), sedapat mungkin diganti menjadi penciptaan kesempatan kerja.
- Sejumlah dana bergulir disediakan dan disalurkan untuk usaha-usaha keluarga di sektor informal, sehingga dapat mmenambah penghasilan mereka.
- Memberikan informasi yang cepat dan tepat jika ada lowongan kerja.
- Dikembangkan program latihan kewirausahaan terutama bagi para lulusan SMP dan SMA yang tidak melanjutkan sekolah, sehingga mampu bekerja mandiri. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) Syariefuddin Hasan bahwa pemerintah menargetkan jumlah wirausahawan Indonesia mencapai 4,1 juta pada 2013.
- Negara berkewajiban mempertahankan tingkat permintaan agrerat masyarakat agar sektor swasta bisa menyediakan lapangan kerja yang cukup.
- Pemerintah dan perusahaan swasta sebaiknya menggunakan sistem padat karya dibanding sistem padat modal.
- Koperasi atau perusahaan harus bersedia menanggung sebagian besar gejolak pasar dan tidak melimpahinya pada buruh dan karyawan dengan melakukan pemecatan.
- Membangun lebih banyak sekolah atau lembaga pendidikan agar jumlah dan jenis tenaga terdidik dengan kebutuhan perusahaan dapat seimbang. Dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja.
- Program transmigrasi untuk pemerataan tenaga kerja. Program ini lebih bersifat jangka panjang. Dengan program ini, diharapkan penawaran tenaga kerja yang ada di kota-kota besar akan bergeser ke daerah, atau kawasan yang masih kurang penduduknya dan masih membutuhkan tenaga kerja karena pada umumnya pengangguran banyak menumpuk di daerah yang padat penduduk.
- Mendorong masuknya investasi asing, agar dapat terciptanya lapangan kerja yang baru untuk penduduk, dengan menciptakan stabilitas ekonomi, sosial, politik dan keamanan, serta mempermudah prosedur bisnis.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan umum yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah
masalah pengangguran ini bukanlah merupakan masalah yang sepele, kita
perlu mengetahui definisi, penyebab, bentuk-bentuk, dan dampak dari
pengangguran itu sendiri agar dapat menemukan satu titik upaya dalam
mengatasinya.
Definisi dari pengangguran itu sendiri adalah seseorang yang
tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum
memperolehnya.
Seperti yang kita ketahui, pengangguran merupakan suatu persoalan
sosial yang bersifat multidimensional, pengangguran memiliki implikasi
yang beragam. Implikasi tersebut dapat bersifat menyeluruh jika tidak
segera diatasi. Namun beberapa kebijakan telah dikeluarkan oleh
pemerintah sebagai upaya dalam mengatasi pengangguran, seperti
mengalokasikan anggaran pemerintah untuk membangun proyek infrastruktur
melalui pembangunan jalan dan lain sebagainya untuk memperluas tenaga
kerja.
Masalah pengangguran juga merupakan masalah yang sangat berhubungan
dalam siklus ekonomi dan merupakan mata rantai dari kehidupan
sehari-hari dan kehidupan Negara. Sehingga kita perlu bersama-sama untuk
mengupayakan penurunan tingkat pengangguran agar tidak berdampak pada
kelesuan ekonomi dan menyegerakan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup
berkecukupan dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono, Ekonomi Indonesia Mau ke Mana?. Jakarta: Freedom institute, 2009.
FEUI, INDONESIA ECONOMIC OUTLOOK 2010. Jakarta: GRASINDO, 2009.
Sadono Sukirno, Pengantar Teori MakroEkonomi. Kuala Lumpur: Lembaga Penerbit FEUI, 1981.
Prathama Rahardja & Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008.
Media Indonesia, 7 Maret 2012.
SMA NEGERI 1 BONTOA, Makalah Pendidikan Kewarganegaraan “Pengangguran”. Kabupaten Maros, 2009.
Evi Noor Afifah, dll, Ekonomi Program IPS. Widya Utama.
0 komentar:
Post a Comment